Kombes Pol Tagam Sinaga

Pertamakali Putra Daerah Memimpin Polresta Medan

“Mengapa dinamai Tagam?, di adat Batak itu ada artinya,” ucap pria yang lahir di Pematang Siantar, 46 lalu itu, tanpa menerangkan lebih jauh makna dari namanya.

Sosoknya menorehkan catatan tersendiri sepanjang usia Polresta (sebelumnya bernama Poltabes) Kota Medan. Karena memang baru pertama kali inilah sejarahnya tongkat komando Kepolisian di wilayah ibukota Sumatera Utara ini diemban oleh seorang putra daerah.

Perawakannya tampak sederhana di balik seragam dinasnya. Sorot tajam matanya menghiasi mimik wajah yang terksesan dingin. Ucapannya cermat, tak suka berbasa-basi, tak suka dipuja-puji, walau sesekali terlontar juga obrolan humornya yang segar.

Sore itu, bertempat di ruangannya yang bermarkas di Polresta Medan, Jalan HM Said Medan, Kombes Pol Tagam Sinaga menjawab tentang banyak hal terkait tugas yang kini baru 2 bulan jalan diembannya sebagai Kapolresta Medan. Jiwa rendah hatinya kadang tersirat tatkala memaparkan beragam kasus apa saja yang berhasil dibongkarnya.

Di awalnya, ia mengakui, tingkat kejahatan jalanan di Medan cukup tinggi. Masalah penjambretan, pencurian kendaraan bermotor, dan narkoba, merupakan beberapa kasus yang acap terjadi di sini.

“Juga beragam aspek dan sendi kehidupan masyarakat, semisal ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya, bisa saja berimbas menjadi masalah kriminalitas. Maka upaya yang dilakukan, sebagaimana arahan Kapolda Sumatera Utara, agar setiap satu desa memiliki minimal 1 orang polisi,” sambungnya.

Tak pelak memang, Polresta Medan dan sekitarnya merupakan barometer keamanan bagi Propinsi Sumut. Karena memiliki wilayah hukum yang sangat strategis dari semua aspek, misalnya saja kondisi geografisnya yang merupakan pintu gerbang internasional. Baik melalui laut dan udara, berpotensi terjadinya tindak pidana, yang sifatnya konvensional maupun transnasional.

Bahkan dalam catatan Poldasu, Kota Medan sebagai sentra perindustrian dan perdagangan dengan segala aktivitas masyarakatnya di berbagai bidang kehidupan, menempatkan wilayah Polresta Medan selalu pada urutan pertama dalam ranking kerawanan Kamtibmas di jajaran Poldasu.

Selain itu, sebagian masyarakat pun sudah tahu, Medan sering dijadikan lintas peredaran narkoba dan ganja, baik dari luar negeri maupun dalam negeri, bahkan tidak menutup kemungkinan dijadikan tempat produksi. Belum lagi dengan kasus lain yang marak baru-baru ini, yaitu ancaman gerombolan bersenjata yang disebut-sebut sebagai teroris.

“Nah semua itu akan bisa kami ungkap jika didukung partisipasi masyarakat dan semua pihak yang menginginkan kota ini aman kondusif. Menjadi polisi harus tahan melek. Dan juga tentunya naluri sebagai polisi harus selalu dipelihara,” ujar Kombes Polisi ini.

Masalah urgen yang perlu dibenahi di ibukota Propinsi Sumatera Utara ini, lanjutnya, adalah keamanan lingkungan yang di mulai dari tingkat desa ataupun kelurahan. Karena jika di birokrasi terendah dalam sistem pemerintahan ini sudah aman, maka di tingkat Kecamatan pun dimungkinkan aman. Begitupun mengikut ke level kabupten/kotamadya akan aman pula, hingga meluas lagi kepada kondusifitas wilayah propinsi dan negara.

Perampokan, Bom, dan Korupsi

Di tengah keluarganya ia biasa dipanggil Tagam. “Mengapa dinamai Tagam?, di adat Batak itu ada artinya,” ucap pria yang lahir di Pematang Siantar, 46 lalu itu, tanpa menerangkan lebih jauh makna dari namanya.

Ia anak bungsu dari 6 bersaudara, dilahirkan dari pasangan (Alm) P Sinaga dan (Almh) Ersintaria Br Ambarita. Dahulu ayahnya adalah anggota legium veteran yang kemudian menghidupi rumah tangganya dari penghasilan bertani. Sedangkan ibundanya, jabatan terakhir beliau semasa hidup adalah Ketua Korps Wanita Veteran Kabupaten Simalungun.

Nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan orang tua dan sampai sekarang melekat di benak Tagam adalah harus menghormati orang yang lebih tua. “Setelah saya menjadi polisi, orang tua juga berpesan, kalau kita belum mampu menolong orang, minimal berupaya jangan sampai menyusahkan orang apalagi menyakiti,” ujar Tagam yang menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA di tanah kelahirannya itu.

Di masa kanak-kanak, sebelum pergi sekolah ia sudah terlatih membantu perkerjaan ayahnya. Tentu sebatas yang mampu ia kerjakan, semisal mengangon sapi ataupun menanam dan memetik sayur palawija lalu menjualnya ke sejumlah pedagang sayuran di pasar tradisional.

Tamat SMA tahun 1983, Tagam melanjutkan jenjang pendidikannya ke bangku kuliah. Namun kampus yang ia tuju bukan berada di kawasan Sumatera Utara, bahkan di luar pulau Sumatera, yakni di Pontianak (Kalimantan). “Di sana saya ikut abang. Saya mengambil kuliah fakultas hukum,” ujarnya.

Tiba di semester 2, Tagam mengikuti tes masuk Akabri. Awalnya ingin jebol di Akabri TNI, tapi suratan tangannya jatuh pada pilihan pendidikan Akademi Polisi (Akpol). Tahun 1984 ia masuk Akpol. Selama 4 bulan di Magelang kemudian berlanjut ke Semarang. Tahun 1988 ia lulus dari Akpol Batalyon Atmani Whedana.

Sebenarnya, begitu tamat SMA, Tagam ingin langsung ikut tes masuk Akabri. Namun persyaratannya ketika itu menetapkan usia minimal 18 tahun, sementara Tagam baru berumur 17 tahun lebih. Karena itulah sembari menunggu tes masuk Akabri di tahun berikut, sehingga usianya memenuhi syarat, ia mengisi waktu melalui kegiatan kuliah.

Setelah lulus Akpol, pertama kali berdinas Tagam ditugaskan sebagai Kepala Urusan Pembinaan Reserse di Nias, Sumatera Utara. Kemudian dari sana, ia mengambil pendidikan Akta III di Ujung Pandang supaya dirinya bisa menjadi guru di SPN Sampali.

Usai pendidikan tersebut, Tagam dipindah ke Puskodal Polda Sumut. Selanjutnya ia ditunjuk menjadi Wakapolsek Belawan. Beberapa tahun kemudian ditugaskan sebagai Kasat Sabhara di Tapanuli Selatan. Menyusul setelah itu menjadi Kapolsekta Medan Sunggal.

Tagam adalah sosok yang gemar mengikuti rangkaian jenjang pendidikan di Kepolisian. Setelah dari Polsek Medan Sunggal, ia menempuh Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) Polri. Lulus dari sana, ia dipercaya sebagai Kepala Unit Kejahatan dan Kekerasan (Kanit Jatanras) Polda Metro Jaya.

Selama menjabat Kanit Jatanras, bersama jajaran kepolisian terkait lainnya, beragam kasus kejahatan besar di Jakarta berhasil dibongkar. Antara lain perampokan yang selalu marak di jalan tol, perampokan genk ”Kapak Merah” yang acap menghantui warga ibukota, sampai dengan teror bom di Atrium Senen dan kasus yang sama di gedung Bursa Efek Jakarta.

Respek negara atas dedikasi yang dijabaninya itu, Tagam lulus mengikuti Sespim (Sekolah Pimpinan). Tak berapa lama setelah menamatkan Sespim, Tagam ditugaskan sebagai Kasat Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Polda Sumut.

Selama menjabat Kasat Tipikor, yang mana saat itu Kapolda Sumut dibawah komando Bambang Hendarso Danuri, berbagai kasus trans nasional yang melibatkan pejabat dan pengusaha, berhasil diungkap. Sebut saja seperti kasus korupsi di sebuah BUMN, kasus dugaan korupsi petinggi pemerintahan daerah di sebuah kabupaten, dan berbagai kasus korupsi lainnya.

Polisi Adalah Hobi

Setelah sekitar 9 bulan sebagai Kasat Tipikor Polda Sumut, ia lalu diangkat menjadi Kapolres Labuhan Batu. Selama 1 tahun 8 bulan di sini, wilayah hukum Polres Labuhan batu yang dikenal rawan perampokan khususnya di Jalinsum, bisa diredam. Para gembong kejahatan dibekuk. Bahkan di antara mereka terpaksa ditembak mati.

Selanjutnya, Kombes Pol Tagam Sinaga dipindah tugas menjadi Wakapolwil Purwakarta, Jawa Barat. Bertugas selama 1 tahun 6 bulan. Berikutnya ia mendapat promosi jabatan di Bareskrim Mabes Polri. Di sini ia ditugaskan menjadi bagian dari tim yang menangani kasus tersangka seorang pegawai Direktorat Pajak, Gayus Halomoan P Tambunan.

Kemudian, sekitar 2 bulan lalu, tepatnya tanggal 23 Agustus 2010, inilah momen di mana Kapolda Sumut Irjen Pol Oegreseno melantik Kombes Pol Tagam Sinaga sebagai Kapolresta Medan menggantikan Kombes Pol Imam Margono.

Acara serah terima jabatan yang dilaksanakan di Aula Kambtibmas Mapoldasu Jalan Sisingamangaraja Medan itu sekaligus mengukuhkan Kombes Pol Tagam Sinaga resmi menjabat Ketua Umum Pengurus Cabang Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin) Medan.

Di luar tugas kedinasannya Tagam punya hobi memotret. Dunia fotografi mula-mula digelutinya bersamaan saat dia bertugas di Bareskrim Mabes Polri. Bahkan tak ingin waktu senggang terbuang percuma, ia pun sempat mendalami kursus fotografi selama 2 bulan.

“Ketika itu masih ada kesempatan luang membidik kamera, tapi sekarang tak pernah lagi,” ujar suami Dra Apt Retriana Eti Br Nainggolan dan ayah dari 5 anak ini. Tiga orang buah hati mereka kini sedang menempuh pendidikan di Jakarta. Yang sulung kuliah di STAN Jakarta, yang dua lagi di SMA dan SMP.

Di tanya siapa tokoh di Indonesia yang dikagumi, dengan lugas ia menjawab bukan mengagumi figur personalnya melainkan lebih kepada hasil karyanya. “Saya kagum dengan hasil karya arsitektur presiden pertama RI, Ir Soekarno. Bangunan Monas dan Gelora Bung Karno di Jakarta, atau juga Bendungan Jatiluhur di Purwakarta Jawa Barat, benar-benar suatu pemikiran yang jauh ke depan pada masa itu,” ujarnya.

Begitulah sekilas tentang Kombes Pol Tagam Sinaga. Filosofi pribadinya, ingin meraih ketenangan batin dan jalani hidup apa adanya. Menjadi polisi baginya adalah hobi, bukan dirasa sebagai pekerjaan. Jadi dengan begitu ia tak akan terbebani oleh kepenatan bekerja.  ( Oleh : Azan Sinaga – Hermy Edwison)

Tinggalkan komentar